Silvy
Aku lelah.
Lelah dengan semua hal.
Aku lelah berhubungan dengan kurangnya inisiatif
Aku lelah berhubungan dengan kurangnya profesionalitas
Aku lelah.
Lelah.
Silvy
Terima kasih wahai kasihku
Untuk setiap detik dalam hidupmu yang kau bagikan padaku
Setiap potret kejadian, kita alami bersama.


Biarkanlah kita tetap saling mengisi
Setiap memori kenangan kisah kita
dengan cetakan foto cinta
Yang menghiasi album kasih kita


Terima kasih wahai sahabat jiwaku
Untuk setiap suka duka yang kita arungi bersama
Setiap debur gembira dan deru perih, mengisi samudera kisah kita


Biarkanlah kita tetap tegar berdiri
Di atas ketegaran karang cinta 
Mengalahkan gelombang keraguan
Yang dapat mengoyakkan ikatan kasih kita.


Terima kasih wahai teman seperjalananku
Untuk setiap makna hidup yang kau torehkan dalam lembar diriku
Setiap halaman hariku, tercetak kisah sejarah kasih kita.
Labels: , 0 comments | | edit post
Silvy
Sudah lama sepertinya gw tidak menulis di blog ini. Rasanya waktu berlari sangat cepat hingga gw harus terus berlomba dengannya. Tapi gw rasa tidak ada salahnya, membiarkan waktu bergulir sendiri sementara gw mengabadikan momen yang cukup berharga buat gw ini dalam sebuah tulisan.

Tepat 6 bulan yang lalu, pria yang menjadi sahabatku memintaku untuk menjadi kekasih hatinya. Saat itu rasanya bagai tersiram air dingin di siang hari yang sangat panas. Kaget, sejuk, senang, bingung, semua bercampur menjadi satu dalam benak dan hatiku. Masih tergambar jelas dalam benakku, momen di siang hari itu. Aku dan dirinya sedang mengerjakan modul untuk UTS Pelatihan bersama dengan kelompok kami. Tak terbayang sedikit pun dalam benakku, ia akan melakukan hal lucu dan membahagiakan ini.
Saat itu secara tiba-tiba, ia meminta ijin untuk pergi sebentar menemui seorang teman di lantai 6. Posisi kami saat itu, sedang duduk di selasar lantai 5. Aku membiarkannya pergi dan memutuskan untuk tetap mengerjakan modul bersama dengan teman-temanku yang lain. Tidak ada yang sadar telah terjadi sesuatu di antara kami saat itu. Layaknya dua sahabat yang telah berteman sejak semester 1, kami memang cukup dekat saat itu.
Tak lama setelah ia pergi, ada sms yang masuk ke HP ku. Ternyata dari dirinya. Ia memintaku naik ke atas karena seseorang ingin menemuiku. Ku pikir, temannya yang waktu itu pernah aku bantu mengerjakan tugas kuliah. Aku naik ke tempat yang ia minta. Lantai 6, di selasar dekat toilet dan ruang dosenku. Aku menunggu beberapa saat, karena tidak ada siapapun di sana.
Sampai akhirnya, dengan pakaian super rapi ia menghampiriku dengan membawa sebuah nampan rotan kecil berisi penuh dengan potpourri dengan 1 buah wewangian mobil berbentuk pohon. Dengan langkah yang cukup mantap, ia menghampiriku yang saat itu mungkin sangat kaget dibuatnya. Perlahan ia mengutarakan maksud perbuatannya. Berawal dari puisi yang aku post di situs jejaring sosialku. Puisi itu memang kutujukan untuknya. Ungkapan isi hatiku yang hanya bisa menyayanginya dalam diam. Dalam puisi itu, kuumpamakan diriku sebagai sebatang pohon yang selalu menemani sosok manusia yang selalu datang menghampirinya. Menceritakan kegundahannya akibat sesosok wanita yang pernah memiliki hatinya.
Kekacauan terjadi dalam emosiku. Senang, takut, terkejut, tidak percaya, saat itu bercampur dalam ekspresiku. Aku tidak bisa berpikir. Ia tidak mengijinkan aku untuk memberikan jawaban di lain waktu.
Aku sungguh merasa bingung. Aku sangat menyayanginya. Di lain pihak, aku tahu beberapa waktu lalu ia masih bersikeras menunggu wanita yang selalu membuat dirinya gundah. Rasanya benar-benar tak karuan.
Namun, bagaimanapun juga aku tetap menerima permintaannya. Hal yang tak pernah aku sangka sebelumnya.

Selama menjalani 1 bulan pertama, rasanya seperti ada di Surga. Semua terasa indah. tapi tidak begitu ketika memasuki bulan ke 2 dan ke 3. Mulai banyak air mata yang mengalir. Pertengkaran nyaris rutin terjadi. Aku pun mulai goyah dan ragu akan keputusan yang pernah diambil. Rasanya seperti berpacaran dengan orang yang tidak aku kenal sebelumnya. Tetapi, aku memutuskan untuk tetap bertahan, meskipun tidak jarang muncul godaan untuk menyerah.
Setelah melewati fase-fase mengerikan itu, perlahan-lahan hubungan kami seperti masuk ke tahap yang lebih stabil. Tidak terlalu menggebu-gebu seperti bulan pertama, tidak juga terlalu kering seperti bulan ke 2 dan ke 3. Kami mulai bisa saling beradaptasi. Saling menyesuaikan kebutuhan masing-masing. Mulai memahami sedikit demi sedikit satu sama lain dan membawa hubungan kami ke track yang lebih santai.
Ada perasaan cukup senang ketika di masa-masa kami yang sangat sibuk ini, kami bisa menjalani hubungan kami dengan lebih bijak. Pertengkaran bukannya tidak pernah terjadi lagi, hanya hal itu tidak lagi menggoyahkan perasaan yang ku miliki.

Enam bulan ini, sungguh sebuah proses belajar yang penuh makna bagiku. Tanpa keberadaan dirinya dalam hari-hariku, mungkin aku tidak pernah belajar untuk hidup bersama orang lain dengan lebih intense. Aku juga tidak pernah belajar untuk menyadari ada seseorang yang turut berperan penting dalam hidupku selain keluarga.
Dan karena dirinyalah, aku bisa kembali belajar mencintai dan mempercayakan hatiku kepada orang lain yang sangat mungkin untuk mengoyaknya.

Di momen yang sangat berharga ini, aku berharap kami terus dapat menjalin tali cinta kami agar menjadi untaian kasih yang indah dan berharga bagi kami. Agar cinta yang kami miliki tetap dapat bertumbuh dan terus membantu kami untuk saling mengembangkan diri. Semoga kami dapat terus bersama membangun cinta kami di atas dasar kasih Ilahi yang terus menyertai perjalanan cinta kami ini.
Silvy
Aku merindu dalam diam ku
Bermain sajak dengan segenap akal sehat ku
Merangkai untaian kata-kata
Dari rasa yang menyergap tiba-tiba

Aku merindu dalam bisu ku
Dalam keheningan di setiap sudut jiwaku
Tanpa kata yang mampu mengurainya
Menjadi partikel-partikel inti penyusunnya

Hei, Aku rindu kamu
Rasa itu telah ku syairkan padamu
Melintas jauh, jarak antara kita
Membawa penuh, segala cinta yang ada

Dengarlah hai pujaan hatiku
Akan simfoni hati yang kulantunkan ini
Bak melodi yang mengalun merdu
Mengalir lincah menyejukan sanubari

A.S. 2011
Labels: 0 comments | | edit post
Silvy
Ia diam termangu. 
Menatap pada bintang kecil, pengisi cakrawala jiwanya. 
Merasakan kedalaman akan pendar cahaya sang bintang, 
Yang kian hari kian bersinar. 
Ada senyum dibalik diamnya. 
Tanpa kata, ia hantarkan doa dan syukurnya, pada Sang Pencipta. 
Ia dan bintangnya.
A. S. 2011

I see the star
Silvy
07 Januari 2011


Pagi hari diawali dengan psikosomatis yang sudah berlangsung selama 2 hari berturut-turut. Mual sudah menemaniku selama 2 hari tanpa penyebab yang jelas. 
Setelah ku telusuri, aku menyadari hal itu disebabkan oleh kecemasanku yang teramat besar ketika hendak bertemu dengan pria yang menjadi pujaan hatiku. Setelah melakukan sebuah kesalahan di tanggal 5 kemarin, hatiku sangat cemas apabila hendak bertemu dengannya. Apakah hari itu akan berlangsung dengan baik? Atau akan ada lagi kah pertengkaran diantara kami di hari itu?
Semalam sebelumnya, tanggal 6 Januari, aku menulis sebuah diary virtual. Aku mengungkapkan banyak hal yang aku rasakan terhadapnya. Betapa aku takut untuk mengkomunikasikan perasaanku, dan kesedihanku akibat tembok yang ia bangun di antara kami berdua.

Aku mengirim tulisanku itu melalui email kepadanya. Tidak darinya ada tanggapan saat itu.

Tanpa ada tanggapan langsung darinya, hariku diawali seperti yang telah ku tuliskan di atas. Psikosomatis. 

Pagi itu, aku datang lebih awal. Aku langsung menuju tempat biasa aku menunggu di pagi hari. Tempat penuh kenangan manis cintaku dengannya. Lantai 5 gedung C di kampusku.
Sesaat aku mengingat kembali semua memori tentang kami. Isak tangis tak dapat ku bendung lagi. Rasa sakit di hatiku kian meradang. Perih. Terluka. 

Lagu "Teruskanlah" yang dilantunkan oleh Agnes Monica sempat menjadi Theme Song kisah cintaku saat itu.
Aku tidak mengenal pria yang katanya adalah kekasihku. Ia bukan pria yang dulu memintaku menjadi kekasihnya. Ia adalah orang yang berbeda dalam rupa yang sama. Hatiku sungguh perih. Kesalahan apa yang aku perbuat hingga ia berubah sedemikian drastisnya?
Saat itu, rasanya hari-hariku kian menggelap. Bintang kecilku telah meredup. Pancaran sinarnya hilang entah kemana.


Tak lama kemudian, ia datang ke tempatku sesuai dengan permintaanku. Aku menyembunyikan tangisku. Melihatnya saja sudah membuat hatiku bak teriris pisau. 



Kami menghabiskan waktu bersama pagi itu. Masih ada kesedihan yang tertinggal, sampai ia menyadari aku tengah menangis. Ia menanyakan hal itu, tapi tidak aku beri penjelasan. Akhirnya ia tidak membahas hal itu lagi. Ia melanjutkan makannya dan aku tetap pada kegiatan awalku, memperhatikan dirinya sambil berkutat dengan pikiran dan hatiku. Aku berusaha membuang pikiran negatifku, dan meyakinkan diriku sendiri bahwa ia sungguh mencintaiku.
Seusai makan, tidak banyak kata-kata yang kami ucapkan. Namun sentuhan-sentuhan yang ia berikan, sorot mata yang ia pancarkan, dan kejahilan kecil yang ia lakukan sungguh terasa berarti bagiku.
Entah kenapa saat itu, tidak ada jarak seperti biasa, aku seolah menemukan kembali pria yang dulu memintaku untuk jadi kekasihnya. Pria yang membuatku jatuh hati.
Aku rasa Tuhan mendengar doaku semalam. Ia mengembalikan pria ini kepadaku.


Hari itu berjalan sangat menyenangkan. Aku sungguh bahagia karenanya.

Canda tawa, tatapan sayang, serta sentuhan-sentuhan kelembutan darinya kembali kurasakan. Aku sangat berharap kondisi ini terus menetap. 
Sudah cukup aku mendapat "hukuman" darinya. Jangan hukum aku lagi dengan jarak apalagi tembok antara aku dan dirinya.
Akan ku akhiri segala kekhilafanku. 
Aku sadar sepenuhnya, hanya dirinya lah yang aku inginkan. 
Aku mencintainya. 
Tidak ada kata lain yang dapat kuucap.
Labels: 1 comments | | edit post
Silvy
Seonggok hati 
Aku ini seonggok hati
Telah termiliki oleh seorang tuan yg baik hati.
Ia melumuriku dengan madu
Yang mengembangkan gairahku

Namun kini, aku ini seonggok hati
Yang hilang bak ditelan bumi
Tuanku meletakanku dalam kandang batu
Kadang ia melongok padaku.
Kadang ia seolah tak sadar akan eksistensiku.

Aku ini seonggok hati
Yang pasrah seolah mau mati
Luka-luka kecil tersayat dicucuk cuka
Membuat perih meradang, terluka

Ya, aku ini seonggok hati
Yang tak kenal tuanku lagi
Dulu hanya ada madu tanpa cuka
Lalu kenapa kini ia seperti murka?
Adakah ia membenci?
Atau ia sudah tidak peduli lagi?

Padaku, seonggok hati.
Labels: 0 comments | | edit post
Silvy
06 Januari 2011

Malam ini tanpa sengaja aku membaca kembali Direct Message Twitter antara aku dan orang yang aku kasihi. Ada interaksi yang hidup di sana. Interaksi yang bukan sekedar basa-basi atau rutinitas, tapi ada pembicaraan yang hidup di sana. Aku bisa merasakan ada ketertarikan satu sama lain dalam pembicaraan tersebut. Kehadiran yang nyata dari masing-masing pihak.
Sejujurnya, aku sangat merindukan masa-masa itu. Masa dimana aku bisa mengungkapkan apapun yang aku rasa kepadanya, tanpa ada perasaan takut akan respon penolakan yang ia berikan ataupun takut akan mengganggu dirinya.
Belakangan ini aku banyak marah. Marah karena tidak menerima keadaan yang kini telah berubah. Tidak ada lagi kata-kata manis. Tidak ada lagi perasaan bebas ketika hendak mengungkapkan segala sesuatunya. Tidak ada lagi kehadirannya yang aku rasakan. Ia seolah-olah membangun tembok antara aku dan hidupnya.
Tanggal 5 kemarin, aku membuat suatu kesalahan. Aku sadar setelah aku merenunginya di kamar sebelum mengantar kembaranku ke bandara. Aku bilang padanya kalau aku membencinya. Aku sadar bahwa aku tidak membencinya, aku mencintainya. Hanya saja aku benci keadaan yang sekarang ini terjadi.
Kadang dalam kesendirianku, aku termenung. Memikirkan apakah sesungguhnya ia masih mencintaiku, sama seperti ketika dulu ia memintaku untuk jadi kekasihnya? Kesalahan apa yang kubuat sehingga ia kini berubah? Apakah aku sudah mengecewakannya? Apa ia sudah jenuh terhadapku?
Aku banyak bertanya mengenai kondisi saat ini kepada orang-orang terdekatku. Aku sungguh sadar, aku tidak bisa membuatnya mencintaiku dengan cara yang aku inginkan. Dan kini aku belajar untuk menerimanya. Hal tersulit yang harus aku terima adalah dulu ia bisa melakukannya, dan sekarang tidak. Dulu, aku sungguh merasakan bahwa ia sungguh menyayangiku. Dan aku tidak mengerti kenapa saat ini keadaan berubah.
Seringkali aku bertanya dalam doaku, apa sungguh aku ini tulang rusuknya? Perjalanan yang aku hadapi semakin berat. Aku tidak mengerti. Sungguh tidak mengerti. Aku hanya tahu satu hal, aku mencintainya. Meskipun itu berarti aku harus menjalani proses yang cukup menyakitkan bagiku.
Aku harus terbiasa dengan reaksi penolakan yang ia berikan. Cukup sulit bagiku karena itu adalah daerah rentan bagi jiwaku. Aku punya banyak PR mengenai penerimaan diri. Sulit bagiku menerima penolakan yang diberikan orang lain. Cukup banyak penolakan yang pernah aku rasakan, dan itu aku masih berjuang untuk menerimanya. Kali ini PR yang aku miliki lebih besar, karena reaksi itu muncul dari orang yang paling aku kasihi.
Aku berusaha untuk tidak memiliki harapan apapun lagi terhadapnya. Meskipun aku saat ini tetap masih memiliki sedikit harapan bahwa ia sedikit saja memikirkan perasaanku. Dan setidaknya menunjukan kepadaku bahwa ia memang mencintaiku. Apa aku terlalu banyak meminta? Bisakah ia melakukannya untukku?
Aku sungguh-sungguh takut melakukan apapun kepadanya sekarang. Bahkan hari ini aku sangat ingin memeluk dan dipeluk olehnya. Tapi tidak aku lakukan. Lagi-lagi aku takut ia menolaknya. Entah apa yang harus aku lakukan agar aku bisa melihat kembali kekasihku yang dulu. Kekasihku yang penuh kasih sayang dan peduli padaku. Aku benar-benar merindukannya. Tuhan, tolong jangan ambil dia. Kembalikan ia padaku. 
Labels: 0 comments | | edit post