Silvy
Luka perih yang dulu kau torehkan
Kini berusaha kau pulihkan
Kau ajarkanku tuk kembali mencinta
Dengan sejuta kata penuh makna


Rasa sakit yang dulu ada
Kini perlahan, kau ganti dengan canda tawa
Kau ajakku tuk kembali berdiri 
Mengarungi samudera yang telah menanti


Ku coba untuk membuka diri
Memberi kembali ruang pada hati ini
Rasa yang sedari dulu ku pendam
Mungkin kini tak lagi dapat teredam


Kebahagiaan akan perasaan dicinta
Membuat diriku ingin percaya
Selayaknya kita berdua bersama
Tercipta tuk saling mencinta

dedicated to my beloved best and boyfriend
Silvy
He finally comes to my life.


ITALY
I Trust And Love You




Wish the very best for US!


love you.
Silvy
Manusia itu datang setiap harinya
Pada pohon di ujung jalan rumahnya
Membuang gejolak yang ada
tentang rasa yang dimilikinya

Pohon diam tak berkata
Menelan setiap ucap rasa
Lantunan tentang cerita cinta
Yang didengar dari sang manusia

Manusia itu datang setiap harinya
Bersandar pada pohon di ujung jalan rumahnya
Merintang penat di jiwa
Akan gundah yang dicecapnya

Pohon terdiam tanpa daya
Hanya tersenyum menutup rasa
Tak bisa ia rengkuh sang manusia
Yang tak pernah menyadari kasih darinya

Manusia itu datang setiap harinya
Menemui pohon di ujung rumahnya
Berbagi rasa maupun tawa
Lewat goresan kata tentang butir cinta

Pohon diam, lagi tak bersuara
Menyembunyikan perih dalam lambai gembira
menyadari akan hakekat dirinya
Pohon tak bisa mencintai manusia

*sudah terbit pula di notes FB dan www.makna-kata.blogspot.com*
Silvy

Sepertinya sudah lama gw tidak menulis di blog gw ini. hahaha, kesibukan gw membuat gw kesulitan menemukan waktu untuk menulis di blog. Sekalipun ada, biasanya gw gunakan untuk beristirahat. Well, saat ini gw mau menuliskan sedikit catatan kecil mengenai perjalanan panjang yang gw lalui beberapa waktu ini. Here we go!

Perjalanan ini mengenai hidup gw yang menyangkut keorganisasian. Gw sangat menyukai dinamika yang ada di organisasi, baik konflik yang ada di dalamnya maupun kebersamaan yang juga dirasakan. Seperti yang sudah gw tulis di post gw sebelumnya, organisasi itu adalah KOMPSI. Gw sangat mencintai organisasi ini. Dan gw berhasil mendapatkannya J. Perjuangan gw mendapatkan organisasi ini sangat panjang dan menghasilkan tangis dan air mata.

Gw sudah berkecimpung di KOMPSI selama 1,5 tahun. Saat ini gw sedang menjalani tahun ke-2 gw di KOMPSI, sebagai seorang sekretaris. Awalnya, gw takut untuk menjadi sekretaris. Gw menyadari dengan sungguh, menjadikan gw seorang sekretaris adalah langkah awal untuk menyiapkan Gw menjadi seorang Sekjen. Namun setelah diyakinkan, dan mencari tahu jobdesc seorang sekretaris, akhirnya gw menyetujui untuk menjadi bagian dari BPH di KOMPSI Periode 2010-2011.

Baru setengah tahun menjalani peran sebagai seorang Sekretaris, pemilihan Wakil Angkatan (WA) periode 2011-2012 kembali dibuka. Gw mengalami konflik yang cukup berat ketika gw diminta untuk kembali menjadi WA. Terlalu banyak denial  yang gw lakukan dan terlalu banyak excuse yang gw sampaikan untuk menolak menjadi WA di periode selanjutnya. Gw mau lulus cepet jadi mau ambil seminar di semester 6, gw mau ambil les bahasa, gw udah cape organisasi, dan masih banyak lagi.

Setelah gw merenung dan menelaah kembali, semua excuse itu muncul dari ketakutan gw akan pengalaman di masa lalu, dimana gw merasa gagal dalam memimpin sebuah organisasi di Gereja.
Dengan jumlah orang yang sangat sedikit, gw dituntut untuk dapat melakukan banyak hal bersama dengan 4 orang lainnya. Dan karena gw sudah tidak sanggup untuk melanjutkannya, gw vakum dari organisasi itu. Gw merasa lelah karena 4 orang lainnya pun tidak sebegitu komitnya lagi dalam menjalani organisasi itu. Selain itu, orang yang di awal secara menggebu-gebu mendorong gw untuk menjadi ketua, secara perlahan hilang dan tidak banyak berkontribusi dalam organisasi ini.

Oh ya, pengalaman seperti ini terjadi 2 kali dalam waktu yang berdekatan di dua organisasi yang berbeda, dengan tipe karakteristik yang sama. Beranjak dari 2 pengalaman serupa, gw merasa gw tidak bisa menjadi seorang pemimpin yang baik. Ketika gw memimpin, hasilnya akan menjadi buruk. Stigma ini yang membuat gw menjadi takut akan “ketinggian” a.k.a jabatan tinggi.

Ketakutan gw ini membuat gw sangat tertekan. Gw merasa ketika gw memutuskan untuk masuk lagi menjadi WA, berarti secara tidak langsung gw bersedia untuk menjadi calon sekjen. itu sudah 1 paket dalam benak gw. Gw tidak siap dan gw takut kejadian yang sama akan berulang lagi ketika gw menjadi Sekjen di KOMPSI. Gw takut di tangan gw, KOMPSI akan mengalami kegagalan yang sama.

Mengatasi ketakutan gw ini, gw bercerita banyak dengan salah satu senior gw. Orang yang cukup signifikan dalam kehidupan berorganisasi gw. Dia cukup memberi banyak masukan dan data-data obyektif tentang diri gw sehingga gw merasa sedikit yakin. Awalnya, gw mau memberikan keputusan gw untuk jadi calon WA terpilih ketika gw sudah ngobrol-ngobrol dengan salah seorang mantan Sekjen yang cukup terkenal di Psikologi. Orang ini adalah sosok yang gw sangat kagumi sejak pertama kali gw ikut rapat yang cukup penting yang melibatkan WA, dia, dan seorang petinggi organisasi lain di Psikologi (dan selalu diketawain sama anak psikologi lain yang tau. Hahahaha.) Namun, ternyata dia harus pergi ke China, dalam waktu yang cukup lama. Dan gw berpikir tidak memungkinkan untuk membahas masalah ini karena gw baru mau ngobrol sama dia, sehari sebelum dia berangkat ke China. Gw berkali-kali bilang ke Sekjen gw yang sekarang, bahwa gw akan kasih keputusan ketika gw sudah ngobrol-ngobrol dengan orang itu.

Di tengah kebingungan gw dalam mengambil keputusan, akhirnya gw terdorong untuk mengikuti sebuah persekutuan doa rutin yang ada di Gereja gw. Ketika itu, tema pengajaran yang diberikan adalah “mengubah ketakutan menjadi kekuatan” sangat sesuai dengan kondisi yang gw alami. Dari pengajaran hari itu gw meyakinkan diri untuk melawan ketakutan gw untuk menjadi seorang pemimpin. Gw mau keluar dari zona nyaman gw. Gw memantapkan diri untuk menjadi calon WA dan ikut putaran voting II, bahkan sebelum gw berbicara dengan orang yang awalnya gw jadikan penentu keputusan gw untuk maju atau mundur.
Ternyata kebulatan tekad memang selalu diuji. Ketika gw sudah bersedia untuk kembali menjadi calon WA, ternyata gw mendengar kabar yang membuat gw tertekan. Tidak adanya calon ketua HIMAPSI (salah satu organisasi dibawah naungan KOMPSI, yang memfasilitasi kebutuhan mahasiswa yang belum dipenuhi di Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada di Psikologi) dan calon WA 2007++. Berita ini cukup menekan gw karena ada tanggung jawab tidak terduga yang harus gw terima. Dan gw tidak siap untuk itu. Gw bingung dan merasa terbeban, karena gw berpikir dengan jumlah pengurus yang berkurang, gw harus menerima tanggung jawab yang lebih besar. Gw merasa ada kemiripan dengan 2 pengalaman yang gw hadapi sebelumnya. Keyakinan gw goyah, dan gw sangat takut dan tertekan akan mengalami kejadian yang sama lagi.

Tapi itu semua bisa gw atasi, karena gw diajak berpikir secara lebih positif, tidak melihat kedua hal itu sebagai hambatan, namun lebih sebagai hal yang menguntungkan. Yah meskipun gw sampe sakit kepala gara-gara memikirkan hal ini. Abis caranya radikal sih, merubah mindset gw secara cepat. But it works! Gw menjadi lebih yakin kalau gw bisa melalui hal itu. Gw mulai banyak mencari info-info dengan beberapa orang yang dirasa cukup oke dalam hal keorganisasian. Gw mendiskusikan mengenai masalah yang terjadi. Pemahaman organisasi gw semakin bertambah dan gw semakin tahu harus melakukan apa. Bahkan dengan berbicara ke beberapa orang ini, gw jadi menemukan hal apa yang harus gw lakukan di tahun depan (semua kejadian pasti ada hikmahnya ya)

Nah, krikil terakhir yang menguji kebulatan tekad gw adalah kejadian yang terjadi ketika Voting II berlangsung! Di hari pertama voting, gw masih merasa santai dan tidak memikirkan perhitungan suara, sampai akhirnya di hari kedua (Selasa), Sekjen gw tiba-tiba sms dan memberitahu bahwa suara untuk gw di Voting II tidak signifikan. Bahkan cenderung tereliminasi. LAGI LAGI kecemasan mulai melanda gw. Gw melakukan kampanye untuk meminta teman-teman angkatan gw memilih gw. Hal ini cukup berat untuk gw. Gw merasa kenapa gw harus meminta dipilih, kalau memang sudah tidak dipercaya untuk menampung aspirasi angkatan gw. Meskipun berat, gw tetap melakukan. Gw minta bantuan ke beberapa orang untuk jadi tim sukses gw. Dan mereka memang dari awal adalah orang-orang yang mendukung gw. Gw sangat bersyukur dan berterima kasih kepada mereka. Tanpa mereka, mungkin gw tidak sanggup menjalani hari-hari pemilihan yang membuat gw banyak menangis. Gw merasa sangat disonans, ketika saat itu masih dielu-elukan sebagai calon sekjen, di satu sisi gw tidak melihat ada dukungan suara yang diberikan. Selain itu, gw juga merasa tidak mendapat dukungan dari significant other gw. Kecewa dan sedih rasanya. Hal ini membuat gw sangat down. Di saat banyak orang lain yang mendukung gw, justru gw merasa tidak mendapat dukungan dari orang yang cukup penting di hidup gw. Di hari sebelum pemilihan WA terakhir, dimana kedudukan suara gw turun jd peringkat ke 6, gw mengetahui bahwa significant other gw tidak setuju dengan cara yang gw lakukan. Hal ini membuat gw ingin menyerah. Hari itu gw juga sangat menyesal dengan keputusan gw untuk tidak mengambil kesempatan sebagai WA mandiri.

Di hari terakhir pemilihan, gw cemas dan panik seharian. Di kelas Kontruksi Tes, gw sama sekali tidak konsentrasi. Pikiran gw ada di bilik pemilihan. Hari ini bakal jadi hari “kematian” buat gw. Itu yang ada dibenak gw. Setiap ada jam kosong, gw cabut ke Plaza Semanggi. Gw bersyukur ada 2 temen gw yang setia nemenin gw escape. Marsha dan Kenny. I thank them so much! Ditengah kegalauan gw, kecemasan gw, gw bersyukur ada mereka. Dari maksa gw makan, sampe akhirnya bisa bikin gw tertawa meskipun ga lepas. Pas perhitungan suara pun gw kabur. Ga mau ikut. Ga mau tau. Sejujurnya gw ga siap untuk terima berita kalau gw harus cabut dari KOMPSI taun depan. maka dari itu gw ga mau tau secara langsung perolehan suara yang gw dapatkan.

Seharian itu, gw benar-benar kabur dari semua masalah tentang pemilihan. Tapi semakin sore, entah kenapa ada perasaan tenang. Ga seperti siangnya yang bikin gw psikosomatis. Gw menghabiskan waktu gw dengan membeli cemilan buat rapat evaluasi tengah tahun yang akan berlangsung hari itu dengan menginap di kampus.
Gw baru mengetahui jumlah suara yang gw peroleh ketika rapat evaluasi berlangsung dan topik pertama yang dibahas adalah perolehan suara. Sekjen gw saat itu yang membacakan perolehan suara. Dimulai dari 2007++, 2008, dst. Gw tetap tenang mendengarkan. Hingga akhirnya giliran 2008 dibacakan, ternyata nama gw keluar sebagai calon WA dengan perolehan suara tertinggi, sama seperti satu calon lain. Gw sungguh terharu meskipun ga terlalu kaget, dengan kedudukan yang gw peroleh. Gw hanya berharap bisa menduduki peringkat ke 4, tapi nyatanya gw melebih hal itu. Saat itu gw menangis, tapi kali ini gw menangis lega dan terharu. Pengumuman perolehan suara itu juga disambut kelegaan beberapa WA lainnya. Gw sungguh senang akan hal itu. Dan yang langsung terpikir di benak gw adalah untuk langsung menghubungi senior gw, dan mantan sekjen yang gw kagumi (udah dibilang di atas) karena kontibusi mereka sangat besar dalam membantu gw melewati masa-masa sulit ini.

Saat ini gw sungguh bersyukur mengalami serangkaian kejadian yang gw ceritakan. Tanpa adanya itu semua, mungkin gw tidak akan seyakin dan sekuat sekarang ini. Meskipun gw juga masih butuh banyak berproses, namun pengalaman yang gw alami ini menjadi sesuatu yang berharga buat gw. Seandainya gw dulu menjadi WA mandiri, mungkin gw tidak akan melewati serangkaian proses yang cukup mendewasakan gw. Gw juga merasa sangat bersyukur dan berterima kasih kepada orang-orang yang banyak sekali berkontribusi dalam membantu gw melewati kejadian-kejadian ini. Tanpa mereka mungkin tidak akan ada hari seperti hari ini. Untuk ke depannya, gw akan mengusahakan semampu gw segala hal agar tidak mengecewakan orang-orang yang sudah sangat mendukung gw. Mengutip dari salah satu notes temen gw,

Cause I can’t pay it back, only pay it forward...